Mengirim Anak-anak ke Barak Militer, Bijak atau Tidak?
ADA banyak kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang dinilai 'ekstrem'. Tak sedikit dari itu dianggap sebagai kampanye atau pencitraan diri. Hal ini lantaran di setiap kegiatannya, selalu disorot kamera tim yang memang dibawa ke mana pun ia pergi.
Salah satu kebijakan yang dinilai ekstrem oleh sebagaian kalangana adalah mengirim pelajar yang dinilai nakal ke barak militer. Tujuan Kang Dedi -- begitu ia biasa disapa -- cukup baik. Ia ingin anak-anaka itu diberikan pelatihan untuk membentuk karakter agar lebih baik, lebih bertanggung jawab dan disiplin dalam segala hal.
Proses pendidikan berlangsung selama 14 hari. Namun meski dilandasi tujuan positif, kebijakan ini tetap memicu perdebatan luas di masyarakat. Padahal berulang kali, Kang Dedi mengatakan kepada publik bahwa kebijakan ini semata-mata bertujuan untuk mendisiplinkan anak-anak yang selama ini terbukti berperilaku menyimpang seperti tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan pelanggaran lainnya.
Menurutnya, inilah tujuan yang ingin dicapai:
Program ini diharapkan dapat menanamkan disiplin dan keteraturan dalam kehidupan sehari-hari para peserta. Setelah mengikuti pelatihan, para siswa menunjukkan perubahan positif, seperti pola tidur yang lebih teratur dan peningkatan fokus dalam belajar.
Beberapa pihak melihat program ini sebagai solusi alternatif untuk menangani kenakalan remaja yang sulit diatasi melalui pendekatan konvensional. Pakar kebijakan pendidikan dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Subarsono, menyebut kebijakan ini sebagai langkah "out of the box" yang patut diapresiasi, meskipun perlu evaluasi lebih lanjut.
Pelatihan ini melibatkan kerja sama dengan TNI dan Polri, yang diharapkan dapat memberikan pembinaan yang tegas namun terarah bagi para peserta.
Sementara aktivis perlindungan anak menilai bahwa pendekatan militeristik dalam mendisiplinkan anak-anak dapat melanggar prinsip-prinsip dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Mereka menekankan pentingnya pendekatan yang menghormati hak dan martabat anak.
Tak hanya itu, pengamat pendidikan mempertanyakan dasar hukum, kajian, dan panduan kurikulum dari program ini. Mereka khawatir bahwa tanpa landasan yang kuat, program ini dapat menimbulkan dampak negatif, seperti peningkatan agresivitas dan penurunan kreativitas pada anak-anak.
Studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa program boot camp militer untuk remaja tidak secara signifikan mengurangi tingkat pelanggaran ulang. Perubahan positif yang terjadi selama pelatihan seringkali tidak bertahan lama setelah peserta kembali ke lingkungan asal mereka.
Nah, bagaimana dengan Anda? Bagaimana penilaian Anda terkait program pelatihan militer bagi pelajar nakal di Jawa Barat ini? Apakah tujuan mulia Kang Dedi untuk mendisiplinkan dan membentuk karakter anak-anak yang bermasalah ini benar dengan cara begitu?
Ataukah Anda juga seperti saya pada awalnya, khawatir pendekatan ini menimbulkan pelanggaran hak anak, dan berdampak jangka panjang lantaran anak-anak didik terlalu keras (Baca: militeristik).